Persiapan Diri Terapis Sebelum Melakukan Terapi

Baik hipnoterapis maupun hipnotis hiburan biasanya mampu mempraktikkan hipnotisma setelah mempelajari teknik-teknik dasar membawa orang lain ke dalam trans. Bila hipnosis hanya diartikan sebagai teknik atau kemampuan membawa klien ke dalam trans, maka ini adalah kesalahan fatal. Hipnosis lebih jauh daripada itu. Untuk mengajari orang lain mengantar klien ke dalam trans bukanlah tugas yang terlalu sulit. Pertanyaanya, setelah klien sampai ke trans, apa yang akan dilakukan terapis?...


Disinilah pentingnya profesionalitas dan latar belakang keilmuan dalam bekerja. Memahami  dinamika bawah sadar butuh pengetahuan yang cukup mendalam. Mereka yang sudah belajar psikologi dan psikiatri diasumsikan lebih paham tentang cara memperlakukan dunia bawah sadar orang lain yang menjadi gudang pengalaman unik setiap orang.

Dengan memiliki pengetahuan tentang bawah sadar, seorang hipnoterapis akan lebih nyaman mengembangkan teknik-teknik hipnotik. Oleh sebab itu, hipnosis tidak hanya menuntut pengetahuan, tapi kreativitas. Artinya, dalam berpraktik, hipnoterapis sedapat mungkin mampu mengimprovisasi dan mengembangkan segala pengetahuannya secara kreatif. Terapis yang ideal selalu melihat kemungkinan-kemungkinan baru untuk menerapkan pengetahuannya. Singkat kata, terapi sperlu kreatif memperkaya pengetahuannya tentang hipnotisme. Untuk tujuan itu, ada beberapa syarat yang menjadi bekal penting, antara lain :

Kepercayaan diri penting bagi terapis dalam membangun rapport atau iklim saling mempercayai antara terapis dan klien. Adalah sesuatu kekeliruan bila beranggapan bahwa terapis adalah pengamat, penilai, dan penentu jalannya terapi. Lebih tepat bila terapis berpikir bahwa klien juga punya kemampuan mengamati, menilai dan menetukan proses terapi. Klien juga mempunyai kemampuan membaca terapis yang tidak percaya diri dalam memberi terapi.

Dalam berpraktik, motivasi membantu selayaknya melebihi motivasi-motivasi lain. Terapis perlu berusaha keras menyingkirkan egisme dan kepongahannya. Klien datang dengan masalah yang dihadapinya. Klien datang tanpa sedikitpun merasa akan dieksploitasi. Mereka datang meminta bantuan profesional. Oleh karena itu, terapis perlu menetralkan persepsinya dengan melihat setiap wajah klien sebagai wajah yang meminta bantuan dan dengan aneka persiapan datang menemuinya.

Bertemu klien berarti menemui individu yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kadang-kadang ada klien yang kooperatif, tapi ada yang gelisah, serba tahu, atau menyebalkan. Disinilah pentingnya keterbukaan terapis tentang sesi yang akan dijalani klien.

ada kecenderungan bahwa praktisi hipnotisme pemula cenderung melebih-lebihkan kemampuannya dan beranggaoan bahwa mereka memiliki kemampuan lebih daripada orang lain. Kesombongan seperti ini perlu dijinakkan. Tidak salah bila banyak orang bersikap negatif dan bermusuhan. Sikap yang rendah hati dan selalu ingin belajar dari pengalaman adalah modal yang baik dalam mengembangkan karier sebagai hipnoterapis.

Terapis juga dibebankan tugas untuk selalu berusaha memperkaya pengetahuan dan keterampilannya. Buku-buku tentang hipnotisme hanyalah gerbang menuju pengalaman praktis. Sebelum menghadapi klien, terapis selalu perlu memeriksa  diri dan melatih diri dalam mengenal bawah sadarnya sendiri. Inilah tuntutan terberat karena cara terapis memperlakukan klien mencerminkan cara dia memperlakukan bawah sadarnya sendiri. Lagi pula, frekuensi pertemuan dalam terapi cukup bervariasi. Dalam wawancara awal, frekuensi itu sudah terbaca sehingga terapis bisa memprediksi jemlah sesi yang diperlukan.

Baik terapis maupun klien adalah manusia yang unik. Dengan keunikan masing-masing, keduanya berinteraksi dan bekerjasama untuk keberhasilan terapi. Oleh sebab itu, pemahaman tentang teknik komunikasi dan cara memperlakukan subjek menurut latar belakang sosial dan budayanya juga penting. Terlebih lagi, di negara kita, klien yang datang menemui terapis bisa berasal dari beragam etnis sehingga pola komunikasi dan gaya bahasapun berbeda.

Sejarah riwayat penyakit klien perlu ditelusuri. Ini bisa dilakukan dengan mewawancari klien atau orang-orang lain yang mengenal dekat klien, seperti orang tua, kakek, nenek, saudara, atau kerabat. Sebagai contoh, klien histeria kadang-kadang tidak bisa langsung diterapi pada sesi awal karena suasana hatinya perlu diamati terlebih dahulu. Dibutuhkan dua atau tiga kali pertemuan awal sebelum membawanya ke dalam trans karena visualisasi dan tekanan darah bisa naik dan turun secara cepat dalam trans.

Sudah dikatakan bahwa ketika klien dan terapis bertemu, maka keduanya secara tidak sadar mempersepsi satu sama lain menurut kepribadian masing-masing. Dengan mengungkapkan permasalahan psikologisnya, klien sebenarnya kembali memutar pengalaman-pengalamannya yang direpresi di wajah terapis. Ini disebut transferensi. Masalah akan muncul ketika terapis tidak menyadari bahwa persepsinya terhadap klien dikotori oleh baah sadarnya sendiri. Ini disebut kontratransferensi dan menjadi isyarat kegagalan terapi. Karena itu, sangat perlu bagi terapis untuk selalu belajar mengenal bawah sadarnya sendiri lewat introspeksi dan refleksi diri.

Hipnoterapi tentu saja tidak berbahaya bila dijalankan dengan pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip dasar psikoterapi. Karena hipnoterapi dasarnya adalah terapi yang berorientasi pada dunia ketidaksadaran klien, hipnoterapis sangat dianjurkan untuk memiliki pengetahuan yang memadai tentang psikodinamika atau psikologi dalam (depth psikologi). Psikologi ini kebanyakan bersumber dari ajaran-ajaran psikoanalitis.

Sumber :  Buku Hipnoterapi (YF La Kahija)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar